M
|
alam ini mungkin untuk sebagian orang
sama seperti malam-malam sebelumnya, tetap sama.. gelap.. sunyi.. kalau toh ada suara-suara.. tetap tidak akan membuat malam ini
menjadi seramai seperti di siang
hari.
Sahabatku
terkasih, perjalanan gaib yang baru saja aku alami, membuat diriku terdorong
untuk segera menuliskannya, setiap orang pasti punya rencana untuk hari esok
tapi kapan maut akan datang menjemput, pastinya kita tidak akan pernah tahu.
Aku tidak ingin, pesan
yang disampaikan dalam perjalanan gaibku tertunda karena bila tiba-tiba Tuhan
memanggilku, maka aku akan sangat menyesali karena tak sempat menuliskan kisah
pengalaman gaibku kali ini.
Seperti
malam-malam sebelumnya bila hendak melakukan perjalanan gaib, sahabat-sahabat
gaibku selalu memintaku untuk bersuci terlebih dahulu dan menghadap Allah tapi
ketika aku sudah siap sholat tiba-tiba di hadapanku ada sebuah patung berwarna
putih yang tingginya melebihi tinggi badanku. Aku seperti mengenal patung
dengan wajah penuh kasih itu tapi karena patung itu menghadap tepat di depanku, aku meminta sahabat gaibku
untuk memindahkan patung itu dari hadapanku.
Selesai
berdoa, aku berjalan ke arah
patung itu berada, tiba-tiba tangan patung itu memegang pergelangan tangan
kiriku dan kemudian tangan kananku. Patung itu mengangkatku tinggi-tinggi
terbang keluar dari tempat aku biasa berdoa. Hingga berada di tanah yang lapang.
Patung
itu masih memegangi tanganku dan aku berteriak, "Kalau saja kamu memegangi
pinggangku, mungkin tanganku gak pegal bergelantungan seperti ini".
Patung itu terus
mengayun-ayunkan tubuhku ke langit,
hingga tubuhku berputar-puta, setiap mau jatuh dia menahan tubuhku dan terus
melemparku ke atas. Pusing rasanya, hingga aku terjatuh di
sebuah tebing yang di bawahnya
terdapat lautan yang sangat luas sekali. Patung itu berdiri mematung di belakangku.
Aku
berpikir, "Heran
ini patung apa orang sih?"
Patung
itu diam saja, kuketuk tangannya yang bersikap seolah dia sedang menyambut
seseorang dengan kedua tangannya..tuk..tuk...mmm "Patung beneran nih",
pikirku.
Setahuku
patung yang dibuat oleh manusia hingga menyerupai manusia beneran, seringkali
dijadikan tempat tinggalnya jin, apalagi untuk patung yang umurnya sudah sangat
tua dan tidak pernah disentuh manusia, sudah pasti patung itu dijadikan raga bagi jin.
Aku
sering melihat patung ini di tempat-tempat suatu kaum yang sedang beribadah,
patung yang merupakan karya seni yang sangat sempurna, tapi kaum itu memujanya.
Sempat
aku berpikir dulu, "Patung
kok disembah, bukannya itu hanya sebuah patung dan kenapa mereka menyembahnya,
bukankah kita hanya diwajibkan menyembah Tuhan saja dan bukan kepada patung?".
Kupegangi
patung itu kuat-kuat dan kudorong dari belakang kemudian aku terjunkan patung
dari atas tebing, "Maaf
patung, aku tidak menyembah kamu,
apalagi jin yang ada di dalam
tubuh tanahmu itu. Aku hanya menyembah Tuhanku dan Tuhanku tidak nampak tapi
aku percaya Dia ada dan selalu bersamaku".
Ketika
aku berbalik, ternyata sahabat gaibku yang menyerupai patung itu sudah berdiri
di belakangku, "Ih, kamu ngagetin aku aja".
Sahabatku
menatapku lekat-lekat dan berkata, "Masih
ada yang harus kamu buang, selain patung itu".
"Apa
yang harus kubuang?" Tanyaku.
"Itu!..", sahabatku menunjukkan
beberapa kalung yang berjejer di tanah
bebatuan tepat di depanku.
Aku mengamati kalung itu, sebuah kalung seperti tanda T.
"Kenapa
aku harus membuangnya?" tanyaku.
"Benda
itu telah diyakini sebagai ajimat seolah bisa melindungi mereka, padahal
seharusnya mereka harus meminta perlindungan kepada Tuhan dan bukan kepada
benda itu" kata
sahabatku.
"Aku
tahu ini hanya sebuah kalung, tapi setahuku mereka mempergunakan ini sekaligus
untuk menunjukkan agama yang dianutnya jadi biar orang tahu dia menganut
keyakinan apa" sergahku.
Sahabatku
menjelaskan dengan suara tertahan, "Maya,
Tuhanmu dan Tuhanku itu sama, begitu pula dengan Tuhan mereka, aku meminta
kepada pengikut dan murid-muridku untuk menyembah kepada Tuhan yang aku sembah,
sejak dilahirkan aku sudah hidup di dua alam, gaib dan nyata. Dan ketika Tuhan memintaku untuk
menyampaikan kepada umatku bahwa Tuhanlah yang menciptakan manusia beserta
seluruh alam dan seisinya untuk menyembah kepadaNYA, dengan tujuan semua
manusia menyadari bahwa kehidupan ini haruslah dengan kasih sayang dan damai,
semata hanya ditujukan kepada Sang
Pencipta Tuhan Yang Maha Esa, tapi kenapa mereka malah meyakini sebuah kalung
seolah di kalung itu terdapat Tuhan mereka, Tuhan itu ada di hati setiap
manusia bukan terdapat pada sebuah benda, buanglah!". Tak banyak komentar, kuraup
kalung-kalung itu dan kumasukkan ke dalam
karung.
"Yang
itu juga!" pinta
sahabatku lagi.
Sebuah
gambar sahabatku dengan pose dirinya sedang berdoa, aku berkomentar, "Ini kan gambarmu, kenapa aku
harus membuangnya?"
Sahabatku
menjelaskan, "Buang saja, mereka menaruh
gambar itu dimana-mana seperti juga patung-patung yang mirip denganku dan
ibuku, mereka tidak meyakini bahwa Tuhan itu tidak kelihatan, hingga mereka
malah menyembahku dan ibuku, seharusnya kalau mereka memujaku, mereka
mengikutiku dengan menyembah apa yang aku sembah dan bukan menjadikanku sebagai
Tuhan mereka.. aku
mohon padamu buanglah gambar-gambar itu".
Sekali
lagi aku juga gak berani membantah, kumasukkan poster-poster yang bergambar
sahabat gaibku ini juga gambar ibunya ke dalam karung.
Kembali
sahabatku menyuruhku, "Buanglah juga itu!".
Aku
mengamati benda itu, benda seperti mangkuk kecil dari logam lengkap dengan
bulatan seperti uang logam, penasaran aku bertanya, "Ini apa sih, kok aku gak pernah
tahu?".
Sahabatku
menjawab," Itu adalah wadah yang biasanya dipergunakan untuk sakramen bila
anak yang baru dilahirkan, dinyatakan memiliki sebuah agama dan mereka selalu
menyebutkan bahwa anak itu adalah anak Tuhan.”
"Maya,
Tuhan tidak beranak, aku dilahirkan dari rahim ibuku meski tanpa bapak karena
aku memang diciptakan sebagai utusan, kalau pada saat bayi aku bisa bicara
ketika mereka bertanya aku anak siapa kemudian aku menjawab bahwa Aku Anak
Tuhan, itu semata agar mereka tahu bahwa ada Tuhanlah yang telah menciptakan
manusia (bayi)
melalui rahim seorang ibu".
"Tapi
mereka terus mempercayai bahwa aku adalah anak Tuhan, meskipun itu salah".
Kali
ini aku langsung memasukkan mangkuk itu ke dalam karung tanpa disuruh lagi.
"Ok,
masih ada lagi?" tanyaku.
"Ya,
itu juga kamu buang!" pinta
sahabatku tegas.
Hmm..ada
dua buah buku kitab, "Ini
kan kitabmu, kenapa dibuang juga?.. ayolah
shobat, aku tahu ini kitab suci yang dijadikan pegangan bagi umatmu dan hal ini
sudah dilakukan sekian ribu tahun yang lalu, coba deh kamu pikirkan lagi,
bagaimana sebuah tradisi harus begitu saja dihapuskan karena dianggap
salah?!" ucapku setengah gusar.
"Maya,
aku tidak merasa membuat kitab-kitab itu. Kitab-kitab itu dibuat oleh
murid-murid dan pengikutku ketika aku telah tiada dan yang mereka tuliskan
justru mereka membuat umatku malah menjadikanku sebagai Tuhan dan bukan
menjadikan Tuhan yang aku sembah sebagai Tuhan mereka. Aku bahkan tidak hafal siapa nama-nama
muridku yang dicantumkan di kitab
itu, tapi apa yang telah dituliskan mereka adalah kekeliruan yang sangat besar,
Tuhan yang kita sembah, bukan aku, apalagi ibuku, buanglah jauh-jauh dan
jauhkan itu dari semua umat manusia, hanya Tuhan yang disembah dan Tuhan itu
memang tidak nampak ketika semua masih hidup di dunia tapi Tuhan pasti akan ADA
ketika kita semua telah mati", jelas sahabatku dengan suara nyaris parau.
Aku
mengambil kitab itu dan memasukkan juga ke dalam karung, kuseret karung itu
menuju bibir tebing. Tapi
aku lupa mengikat karung itu, hingga aku berbalik untuk mencari seutas tali,
biar jatuhnya barang-barang itu gak berantakan.
Saat
aku berbalik aku melihat sahabatku bersimpuh sambil menangis, aku mendekatinya
segera, "Kamu
kenapa?.. kamu
menyesal dan kamu ingin barang-barang itu tidak jadi dibuang?" tanyaku tak mengerti.
"Buanglah
Maya, buanglah segera, aku kesakitan Maya.. aku kesakitan.. mereka menganggap aku adalah penebus
dosa mereka hingga mereka bisa berbuat apapun dan aku yang harus menebusnya.. tidak Maya.. tidak.. itu tidak benar.. mereka sendirilah yang harus menebus
dan mempertanggung jawabkan semua perbuatan mereka dan bukan aku"
sahabatku menangis pilu.
"Aku
mohon berjanjilah, kamu akan mengatakan dan menyampaikan ini pada semua umatku,
sungguh sebuah kesalahan besar bila mereka malah menyembah seorang manusia yang
tidak kekal seperti aku.. aku
bukan Tuhan.. aku
hanyalah utusan.. aku
memang diberi kelebihan bisa menyembuhkan orang sakit dan berbicara dengan
orang mati.. tentu
saja aku bisa karena Tuhan mengkaruniai aku bisa hidup di dua alam.. tapi aku bukan Tuhan.. aku diutus agar seluruh umat manusia
hanya menyembah kepada Tuhan dan bukan kepada utusannya".
"Aku
hanyalah manusia biasa yang saat ini aku harus mempertanggung jawabkan
kesalahanku telah membuat umatku menjadi menyembahku dan bukan menyembah
Tuhanku.. oh
Tuhan.. ampunilah
aku..", sahabatku terus menangis tersedu, tak sadar aku juga menangis,
betapa dirinya sangat merasa bersalah karena niat dan tujuannya untuk
menjadikan pengikut-pengikutnya beriman kepada Tuhan, justru menjadikan dirinya
sebagai Tuhan.
Aku
memeluknya dengan deraian air mata, bisa kurasakan kesakitan dan kepedihan
hatinya, rasa malu dan sesal kepada Tuhan yang tak terhingga yang belum bisa
ditebusnya hingga detik ini, karena umatnya masih banyak yang menyembah
dirinya.
"Katakanlah
Maya, katakan pada mereka, kalau mereka ingin berterima kasih padaku atas segala yang aku
pernah lakukan sebagai utusan, mintalah kepada mereka untuk menyembah Tuhanku.. Tuhan mereka dan kita semua. Semua akan kembali padaNYA termasuk
aku, berjanjilah Maya.. berjanjilah
padaku.. aku
sudah menunggu sekian lama untuk menyampaikan hal ini agar kesalahan ini
dihentikan dan tidak akan ada lagi perbedaan tentang adanya Tuhan".
Aku
terkesiap dan hatiku berdoa, "Allahku,
bila pesan yang disampaikan sahabatku ini adalah untuk kebaikan bagi semua umat
manusia, maka berilah aku kekuatan untuk menyampaikannya, Maha Besar Engkau
Allahku, aku hanya berlindung kepadaMU dan meminta kekuatan kepadaMU, ampunilah
aku dan semua sahabat-sahabatku Allahku, bila segala kekeliruan terjadi karena
tradisi yang telah salah dari awal, sejak utusan ini wafat".
Salam damai sahabatku , kasihku
untukmu semua
Tuhan
kita hanya Satu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, maka kita seharusnya hanya beriman
kepadaNYA agar selamat di dunia
dan di akhirat nanti. Karena
hanya Engkau Allahku yang Maha Suci
Tidak ada komentar:
Posting Komentar