B
|
ila saat ini seringkali kita mendengar
berita tentang pertikaian, memperebutkan lahan, ketidak percayaan kepada
pemerintah, perang antar warga, hingga munculnya kelompok-kelompok yang mencoba
membuat doktrin dengan mengatas namakan agama dan mereka secara terselubung
membentuk kekuatan untuk membuat negara baru di dalam negara Indonesia kita tercinta
ini.
Entah
apa yang menjadi alasan bagi kaum ini ketika dirinya merasa seolah-olah tidak
tinggal di sebuah
negara yang beragam budaya dan agama, tapi mereka memaksakan idealisme mereka
untuk menjadikan orang lain yang tidak sama menjadi sama seperti mereka. Semoga
Allah selalu melindungi negeri kita dari orang-orang yang khianat.
Sahabatku
terkasih, meneruskan kisah perjalanan gaibku pada edisi sebelumnya, kali ini
aku ditemui seorang lelaki dan perempuan, berbusana kebesaran seperti raja dan
ratu. Aku menatap mereka satu persatu sambil menyambut dan menjabat tangan
mereka berdua. Aku mencari tempat yang nyaman untuk bicara dengan mereka,
selembar kain yang cukup lebar terhampar di atas tanah bebatuan yang aku pijak
cukup untuk dijadikan alas bagiku dan kedua tamuku.
"Ayo,
kita duduk disini saja", kataku sambil mempersilahkan mereka duduk.
"Maaf, kalian ini siapa?" Tanyaku.
Lelaki
dengan mahkota di kepalanya
dan wajah yang mirip orang India itu bersuara, "Aku adalah Raja dan ini
permaisuriku".
"Oh",
jawabku singkat.
Raja
itu melanjutkan bicaranya," Aku datang dengan istriku untuk menceritakan
pengalaman hidupku agar kamu sampaikan kepada semua sahabat-sahabatmu yang saat
ini masih hidup".
Aku
tersenyum, "Silahkan,
aku akan mendengarkan".
"Dahulu
sekali, aku terlahir sudah menjadi keluarga kerajaan, seluruh rakyat menyembah
kepada Rajanya secara turun temurun. Hingga akhirnya aku juga menjadi Raja
menggantikan ayahandaku. Seperti biasa seluruh rakyatku bila ingin datang
menemuiku, mereka harus menyembah dan mencium kakiku termasuk pengawal dan
semua yang ada di istana. Begitu pula dengan istriku yang menjadi
permaisuri".
Raja
itu menghela nafas dan kembali bercerita, "Hingga pada suatu hari, seorang
budak datang untuk menemuiku, budak ini langsung menghampiriku dan bersujud di kakiku, tapi dia tidak mencium kakiku,
kedua telapak tangannya diletakkan di atas
kakiku dan dia mencium tangannya sendiri, aku menjadi murka, kusuruh pengawal
menyeret budak itu keluar dan menghukum mati dirinya, budak itu telah
menghinaku".
"
Pada malam harinya aku bermaksud untuk berkeliling dan mengamati keliling
istana. Ntah kenapa tiba-tiba dari atas teras istana, tubuhku jatuh deras ke bawah yang terdapat banyak batu-batuan
yang runcing. Aku terjatuh dengan kaki dan tangan
jatuh terlebih dulu, hingga kedua kakiku patah dan remuk juga kedua tanganku.
Aku berteriak kesakitan dan tak sadarkan diri.”
"Dalam
keadaan tidak sadarkan diri, aku sering mendengar suara yang berbicara padaku
yang mengatakan bahwa, aku bukan Tuhan, aku hanyalah manusia biasa yang
derajatku sama dengan rakyatku, tak seharusnya aku bersikap kejam dan
menTuhankan diriku sendiri, karena seluruh manusia dan semua yang ada di bumi
ini adalah milik Tuhan termasuk istana dan isinya. Tuhan telah menghukumku dengan membuat
diriku tak lagi memiliki kaki yang selalu dicium ketika semua orang yang
menurutku derajatnya di bawahku
menyembahku".
"Berapa
minggu kemudian aku sadarkan diri dan mendapati diriku sudah kehilangan kaki
dan tanganku, tapi aku sudah tidak ingin menangis atau menyesali lagi apa yang
telah menimpa diriku, kutinggalkan istana dengan gerobak kecil yang didorong
istriku, seluruh harta bahkan pakaian kebesaranku aku tinggalkan. Aku mengemis
bila aku lapar selama di perjalanan,
tak jarang aku diludahi oleh rakyatku sendiri karena mereka hanya melihat
seorang lelaki cacat yang berpakaian kumal dan ditemani seorang perempuan yang
juga berpakaian sama seperti mereka".
"Hingga
aku menemukan tempat untuk tinggal di pinggiran sungai yang sangat besar,
jernih dan sejuk. Hutan di dekat
sungai itulah aku banyak menyampaikan pesan Tuhan kepada istriku tentang apa
yang aku alami di saat
aku tidak sadarkan diri".
"Hari berganti hari, istriku terus
mendampingku dan hingga akupun meninggal dunia, pesanku kepadanya agar dia
kembali ke istana dan menyampaikan agar siapapun yang menjadi Raja tidak lagi
diperkenankan untuk disembah apalagi sampai mencium kakinya, meskipun dia
seorang raja".
Aku
mengangguk-anggukkan kepalaku, kulirik permaisuri cantik di sebelahku yang hendak melanjutkan
cerita suami tercintanya, dia
membetulkan duduknya, "Sejak
suamiku meninggal dunia, aku melarungkan mayatnya di sungai itu, aku sangat mencintainya,
apalagi sejak dia banyak mengajarkan aku tentang Tuhan."
"Aku
kembali ke istana yang sudah lama aku tinggalkan, ternyata belum ada seorangpun
yang menggantinya sebagai Raja, dan pada saat itu Paman Patihlah yang
menggantikannya meski beliau sudah sangat tua".
"Akhirnya
aku menggantikan suamiku dan menjadi Ratu. Sejak saat itu, aku tak pernah lagi
duduk di atas
kursi raja, tapi ruang tamu aku buat dengan kursi yang sama rendahnya, dan
tamu-tamuku tak lagi duduk bersimpuh di bawah, sementara aku di atasnya tapi semua harus duduk di kursi".
"Pengawal
istana ataupun dayang tak lagi bekerja menjaga istana seharian. mereka berjaga
secara bergantian, selebihnya mereka bekerja sendiri untuk keluarganya dengan
menjadi petani atau peternak".
"Upeti atau pajak aku minta tidak lagi
dibayar dengan memaksa tapi dengan keikhlasan rakyat sendiri".
"Istana
yang semula sering disatroni pencuri, sejak itu tidak pernah ada lagi, karena
aku tak pernah mengenakan perhiasan, ataupun pakaian kebesaran layaknya seorang
Ratu, istanaku aman karena dijaga secara suka rela oleh rakyatku".
"Pada
hari-hari tertentu aku mengajak mereka untuk mengenal Tuhan, dengan melakukan
kebaikan, menyayangi sesama dan juga semua makhluk ciptaan Tuhan, aku memberi
contoh kepada mereka untuk menyayangi binatang, seringkali aku memandikan sapi
di sungai tempat aku dan suamiku pernah
tinggal".
"Aku
tidak mengizinkan mereka membunuh binatang yang
tak berdosa, aku minta mereka untuk memakan hasil dari ternak itu saja seperti
susu yang diolah menjadi makanan".
"Aku
diberi umur lebih lama dari suamiku, aku masih hidup hingga 50 tahun sejak
kematiannya dan aku bisa melihat bagaimana rakyatku lebih mengenal dan meyakini
adanya Tuhan dan menjaga kasih sayang di antara sesama karena sesungguhnya
derajat manusia di mata
Tuhan sama. Kuminta
kepada rakyatku juga memelihara alam agar
selalu terjaga kelestariannya seperti yang diajarkan suamiku".
"Hingga
saat ini sungai itu masih dijadikan tempat bagi rakyat di negeriku untuk melakukan
upacara-upacara keagamaan dan untuk mengenang diriku dan suamiku, meski aku tak
pernah meminta mereka untuk seperti itu".
"Bagiku
semua manusia itu hanyalah berbuat kebaikan untuk Tuhannya, menjaga segala
ciptaanNYA sama dengan menjaga hatinya".
"Tuhan
itu Maha Adil dan Maha Bijaksana, aku bersyukur telah diberi kesempatan untuk
memperbaiki kesalahanku dan kesalahan yang telah dilakukan suamiku dan juga
leluhurnya untuk mengingat bahwa Tuhanlah yang mengatur segala kehidupan
manusia di dunia dan Tuhan tidak pernah membeda-bedakan, meskipun demikian
masing-masing manusia memiliki perannya sendiri-sendiri, apakah dirinya menjadi
pemimpin atau orang yang dipimpin".
"Seorang
pemimpin sudah sepatutnya untuk menjaga perbuatan dan perkataannya agar
rakyatnya tidak kebingungan bahkan ketakutan, seorang pemimpin harus bijaksana
dan adil karena amanah".
"Tuhanlah
yang menjadikan seseorang menjadi pemimpin maka seharusnya pemimpin ini harus
memimpin sesuai dengan ajaran-ajarannya dan mengajak semua rakyatnya untuk
mengenal dan menemukan Tuhan, agar dirinya beserta rakyatnya senantiasa
dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa"
Cerita
mereka usai sudah, aku mengucapkan terimakasih atas kehadiran mereka, Raja dan Ratu
yang menjadi saksi atas Kuasanya Tuhan. Terimakasih sahabatku terkasih
Salam damai sahabatku, kasihku untukmu
semua
Tiada
satupun manusia yang bisa menjadi Tuhan dan bila ada manusia yang berusaha
untuk mengingkariNYA, maka seketika Tuhan akan mengingatkan hamba-hambaNYA. Allah Maha Pengasih dan Penyayang juga
Maha Pemaaf, selalu ada hikmah dari setiap peristiwa
Semoga kita semua senantiasa menjadi
hamba yang beriman hanya kepada
Allah semata. Amin.
Merdeka...!
BalasHapus