M
|
engasihi sesama dengan segala
kelebihan dan kekurangan dengan niat hanya karena Allah semata, maka hidup ini
tidak akan pernah merasakan kebencian, kekecewaan, kemarahan, apalagi dendam. Karena rasa kasih itu adalah karunia yang diberikan Tuhan kepada kita dan bila
kita diwajibkan untuk mengasihi dengan ketulusan semata tidak bertujuan untuk
mendapatkan timbal-balik atau pamrih melainkan hanya untuk mengamalkan karunia
yang telah diberikanNYA.
Cinta
yang tanpa batas dan dibatasi semata karena Allah, akan membuat hati terasa
lebih dekat dengan Allah, karena Allah selalu memberikan kebaikan bagi hambaNYA yang selalu melakukan kebaikan
yang diperuntukkan bagiNYA. Bila
ada manusia yang suka mencela bentuk kasih sayang yang diberikan orang lain
karena tidak berwujud materi, kelak manusia ini hanya akan menuju Neraka tanpa sempat atau diberi
kesempatan untuk menyesali perbuatannya. Segala bentuk penghinaan pasti akan
mendapat penghinaan pula yang lebih menyakitkan.
Sahabat
terkasihku, perjalanan gaibku kali ini,
seperti biasa ketika malam hari di saat
aku selesai bertemu dengan Tuhan, sahabat gaibku mengajakku untuk meninggalkan
tempatku biasa berdoa. Sampai
di depan sebuah padang rumput yang hijau,
tiba-tiba ada kereta berkuda seperti kereta zaman
dulu di Inggris, kereta berwarna hitam dan kudanya juga hitam.
Kereta
itu berhenti tak jauh dari tempat aku berdiri dengan sahabatku, tiba-tiba
sahabatku mendorong aku masuk ke dalam
kereta itu meski aku menolak, kereta itu terus melaju meninggalkan sahabatku
yang ternyata tidak ikut masuk ke dalam
kereta.
Di dalam kereta terdapat 5 orang yang
tidak aku kenali. 3 orang duduk di depanku,
seorang berwajah sinis dan kepalanya botak, kemudian yang duduk di tengah seorang pria yang gendut
sekali, dan seorang perempuan yang selalu melihat keluar jendela tapi senyumnya
seperti mengejek, sementara di sebelahku
seorang perempuan tua dengan pakaian jubah yang menutup seluruh tubuh kecilnya
yang kurus dan keriput (heran juga kok ada gaib tua, setahuku semua orang yang sudah mati dan menjadi gaib akan
berwujud seperti semasa mudanya dulu)..
"Ah
mungkin orang ini pengecualian" pikirku.
Aku
berusaha membuka pembicaraan, "Perkenalkan,
saya Maya", kataku sambil menjulurkan tanganku, tapi mereka yang duduk di depanku sama sekali tidak menyambut
tanganku.
Yang
berkepala botak berkata, "Cuih,
perempuan Katrok, sok keminter, orang
kayak kamu kok kenal-kenalan".
"Ups".. aku tercekat dan terdiam sejenak,
pikirku, "Kayaknya
baru beberapa jam yang lalu aku dikatain Katrok dan keminter eh sekarang
dikatain lagi.. wah.. tambah keren aja julukanku.. xixixixi"..
Aku
pun menjulurkan tanganku untuk bersalaman dengan perempuan renta yang duduk di sebelahku, "Perkenalkan, aku Maya Nek"
kataku.
Perempuan
tua itu menyambut dan mencium tanganku berkali-kali.
Aku
berpikir, "Waduh, kok sampe' segitunya sich",
buru-buru aku menarik tanganku dan
mengatakan terima kasih
atas sambutannya.
Kereta
itu terus melaju melewati hutan yang sangat lebat, sesekali terlihat hujan, aku
gak tahu mau kemana kereta itu akan membawaku hingga aku bertanya, "Kita mau kemana sih?"..
"Kita
mau ke Neraka", kata pria botak itu dan yang lain mengiyakan.
"Oh
gitu", jawabku.
Tiba-tiba
sesuatu melintang di bawah
kaki kami, seperti akar pohon yang
besar dan hitam mengkilat, dia masuk melalui pintu kereta yang kanan dan
menembus pintu kiri. Semua
mengangkat kakinya karena kaget.
"Hai
perempuan katrok, tusuk dia dengan tongkatmu," kata si Botak.
Aku
tersenyum, "Biarin
aja, dia mau numpang kali".
"Eh
sok keminter kamu, kesinikan tongkatmu", bentak Si botak lagi.
Terjadi
tarik menarik tapi tongkat yang aku bawa akhirnya dia kuasai. Langsung dia menusukkan tongkat itu
tepat di atas batang itu, eh ternyata setelah ditusuk, benda yang aku pikir
akar itu ternyata Ular besar sekali, dia menggeliat hingga jatuh dari kereta.
Perjalanan
semakin aneh, hutan yang semula lebat dan hijau berubah menghitam (seperti
hangus). 3 orang di depanku
ternganga. Tiba-tiba
kereta bersuara seperti patah, kereta itu patah tepat di antara aku dan orang-orang yang duduk
di hadapanku. Aku langsung memeluk nenek
itu dan meluncur hinggap di bibir
jurang yang sangat lebar dan dalam, sementara 3 orang yang lain tidak bisa aku
selamatkan. Mereka juga terlempar dan akhirnya jatuh tepat di tempat aku berada bersama nenek tua itu.
Kami
sama-sama duduk menahan nafas, tiba-tiba aku teringat nenek itu, "Nek, kamu baik-baik saja?".
"
Aku baik-baik saja tapi aku lapar sekali" jawab si Nenek..
Aku
beranjak dari dudukku, "Sebentar
ya nek, mungkin ada buah di hutan
ini yang bisa dimakan".
Aku
terus berjalan, ternyata ada empang (sejenis kolam ikan) dan aku melihat banyak
ikan di empang itu, kuambil ikan berapa ekor yang
sebesar telapak tanganku.
Kemudian
aku kembali menuju nenek dan 3 orang yang lainnya, "Aku akan membakar ikan ini dulu
nek".
Aku
siapkan tungku api dan daun pisang dan ikan itu dibakar dengan ranting-ranting kering hingga matang, daun
pisang itu aku jadikan piring dan kuberikan ikan bakar yang harum itu pada si
nenek, "Makanlah
Nek, dagingnya lembut sekali," kataku.
Kulirik
3 orang yang galak itu dan kutanya, "Kalian
gak makan?".
Si
Gendut kali ini bicara, "Apakah
kamu akan membaginya buatku?".
Aku
hanya tersenyum dan menjawab, "Ikannya
banyak kok di empang tadi, ambillah
sendiri, biar kamu bisa memilih ikan yang kamu sukai".
Ke-3
orang itu bergegas menuju empang, dan kulihat si gendut sudah menggendong
seekor ikan yang sangat besar sekali dengan kedua tangannya yang gendut, tapi
ikan itu tidak di apa-apakan, ya hanya di gendong saja.
"Kok
gak dibakar ikannya, ntar busuk lo?" kataku.
Mereka
diam saja.
"Aneh
" gumamku.
Tiba-tiba
seekor ular Piton besar merayap mendekati mereka, mungkin ular itu mencium bau
amis dari ikan yang dibawa si gendut. Mereka
menjerit ketakutan.
Si
Botak berteriak padaku, "Hai
katrok, sudah tahu ada ular, kamu tidak mengusirnya?".
Kujawab, "Biarin aja, ular itu
pengen main kali, kalau kalian gak mau dimakan sama ular itu, lemparkan saja
ikan itu padanya, biar dia pergi".
Si
Gendut yang ketakutan melemparkan ikan yang digendongnya ke ular itu dan ular
itu langsung melahap utuh ikan besar yang di kasih si gendut dan ularnya
langsung pergi. Aku
perhatikan kembali nenek yang menghabiskan semua ikan bakar yang aku siapkan
untuknya, aku ingat nenek itu pasti ingin minum.
Kucari
pohon kelapa untuk minum nenek itu. Dengan
sekali ayun, tubuhku sudah berada di atas
pohon kelapa dan kuambil beberapa buah kelapa dan kulemparkan ke bawah. Bingung bagaimana melubangi buah kelapa itu, aku pergunakan tongkatku
dan kelapa itu berlubang juga, siap untuk diminum.
Kuserahkan
buah kelapa itu pada si nenek, "Minumlah
nek, pasti kamu juga ingin minum".
Sementara
nenek itu minum aku melirik ketiga orang yang galak itu di sebelahku dan mereka juga nampak
kehausan, tapi aku diam saja. Lalu
aku cari daun kelapa dan kuanyam menjadi semacam tikar, agar tidak kasar di atasnya aku gelar daun pisang yang
sudah dibuang batangnya sebagai alas dan setumpuk daun pisang buat bantal,
kusuruh nenek tua itu istirahat.
Waktu
serasa lama sekali, nenek itu kembali terjaga, dia ingin buang air, aku
menuntunnya ke kali kecil yang airnya sangat jernih. Setelah selesai aku kembalikan nenek
itu ke tempat
semula.
Aku
hendak mencari buah-buahan, ketiga orang itu mengikutiku. Tapi mereka tertuju pada sebuah pohon
yang buahnya berwarna merah menyala. Sementara
aku harus mencari buah yang bisa dimakan nenek tanpa harus menggigit, aku terus
masuk ke dalam
hutan dan kutemukan buah pisang, manggis dan durian. Kubawa buah itu kepada
nenek dan kukupaskan kulitnya, tapi ketiga orang itu tidak kembali.
Penasaran
aku kembali masuk ke dalam hutan mencari mereka di tempat terakhir kali kami bertemu. Tepat di bawah pohon dengan buah merah itu,
ketiganya tergeletak dengan mulut penuh muntahan.
Rupanya
mereka keracunan buah merah itu, kutarik si botak itu agar dia bisa berdiri dan
aku bertanya, "Hai
Pintar, sudah tahu buah ini beracun, kenapa juga kamu makan?".
Dia
membalasku, "Dasar
sok keminter, coba kamu lihat tanda petunjuk ini, disini terdapat tanda panah
dan tulisannya buah sehat, bervitamin".
Kujawab, "Hai Pintar, itu tanda dari tadi
berputar-putar kalau ada angin, tentu saja ketika kamu melihatnya, tanda itu
sedang menunjuk ke buah
merah beracun yang kamu makan itu, padahal yang dimaksud di sebelah sana lo (sambil kutunjukkan
arahnya)".
Akupun
meninggalkan mereka yang seketika berlari menuju arah yang aku maksudkan untuk
mendapatkan buah-buahan. Kuhampiri
lagi nenek itu, kelihatannya dia sudah kekenyangan.
Sebuah
teriakan dari si Botak menghardikku, "Hai
Katrok, sok keminter, buah apa yang kamu maksudkan hah!!.. kami cuma mendapatkan buah ini"
kata si Botak sambil menunjukkan buah Belimbing Wuluh yang biasanya di buat
sayur asem. Aku tertawa geli melihat tingkah mereka.
Perempuan
yang berambut pirang dan selalu tersenyum mengejek ini rupanya tidak tahan
dengan rasa laparnya, dia bertanya, "Boleh
aku minta buahmu Maya?".
Kujawab, "Maaf, buah itu sudah aku berikan
pada nenek ini, kalau kamu mau minta, mintalah padanya".
Perempuan
itupun meminta kepada Si nenek, "Nek,
aku boleh minta buahmu?".
"Maaf,
aku suka sekali buah ini", jawab si nenek sambil menghabiskan semua
buahnya dan hanya tinggal kulit dan bijinya saja.
Aku
mulai berpikir, bagaimana aku bisa pulang kembali, "Nek, kayaknya kita harus kembali
deh, tunggu disini ya.. aku
mau cari jalan".
Nenek
itu memegangi tanganku dan bertanya, "Kenapa
kamu tidak makan sama sekali? Tapi
kamu juga tidak membagikan makanan yang kamu dapat untuk ketiga orang
itu?".
Aku
tersenyum, "Nenek,
dalam hidup kita harus berbuat kebaikan kepada sesama, tapi kalau niat baik
kita ternyata malah menjadikan kita dihina, maka kita boleh mengabaikan orang
yang menghina kita.
"Kalau
aku hanya menolongmu saja, itu karena kamu tidak menghinaku, artinya kamu
menerima aku apa adanya, maka aku ikhlas membantumu meski aku tidak makan,
karena segala yang aku lakukan untukmu itu hanya karena Allah saja".
"Pastinya
hatiku akan lebih ikhlas bila orang yang aku bantu tidak menghina dan
merendahkanku".
"Aku
tidak suka dipuji tapi setidaknya tidak perlulah mereka menghinaku, toh kita
sama-sama hamba Allah yang telah diberikan kelebihan dan
kekurangan".
Selesai
menjelaskan aku tinggalkan nenek itu untuk mencari jalan kembali, ternyata kami
berada di puncak
gunung tertinggi yang puncaknya terpotong datar menyerupai nasi tumpeng yang
habis dipotong tumpengnya.
Aku
berpikir lagi, "Bagaimana aku bisa kembali, kalau nenek itu katanya mau ke
Neraka, aku balik dulu atau nganterin
nenek itu dulu ya?".
Aku kembali
lagi ke tempat nenek. "Nek, aku gak tahu bagaimana harus mengantarkanmu
tapi aku juga ingin pulang, kenapa kamu gak ikut aku saja?".
"Tidak
Maya, aku akan menunggu kereta itu datang menjemputku dan kamu pergilah".
Masih
dalam kebingungan sebuah kereta berwarna putih lengkap dengan kuda putihnya
terbang menuju aku dan nenek berada, Sais kereta itu turun dan mempersilahkan
nenek itu untuk naik tapi kereta itu di desain hanya untuk dua orang saja,
artinya hanya nenek dan saisnya.
Kereta
itupun melesat pergi entah kemana. Aku termangu diam, "Nenek itu telah pergi dan
sekarang aku bareng 3 manusia galak-galak nih".
Belum
lagi aku hendak pergi pulang, sebuah kereta datang lagi kali ini berwarna hitam
dan kudanya juga hitam. Dari
kejauhan Sais itu mengayunkan cambuknya dan
seperti tali laso ketiga manusia galak itu terjerat lehernya dan serentak
ditarik kemudian dimasukkan ke dalam kereta hitam itu.
Kereta
itu berlari menjauhiku, kudengar teriakan si Botak padaku, "Hai Katrok, sok keminter,
bebaskan aku bodoh!"..
Ealah
mas-mas.. sudah
dimaki-maki kok sempat-sempatnya minta tolong.. biar deh aku katrok ato dibilang sok
keminter.. yang
penting aku sehat wal afiat.
Tak
berapa lama sahabat gaibku muncul lagi, "Gimana perjalanan gaibmu?"
tanyanya.
"Udah
ayo balik dulu, rasanya sudah setahun aku berada di tempat ini, eh kita naik apa?. kataku
balik bertanya.
"Bagaimana
kalau alas dari anyaman daun kelapa ini kita pakai sebagai kendaraan?"
Kujawab, "Iya deh".
Kamipun
meluncur untuk kembali pulang, di perjalanan
penasaran kutanya sahabatku, "Apa
sich artinya perjalanan gaibku tadi?".
Sahabat
gaibku menjelaskan, "Mereka
itulah calon-calon penghuni Neraka
yang akan dihisab pertama kali dan dimasukkan pertama kali".
“Seorang
yang Botak itu memiliki sifat yang sombong, angkuh, suka menghina dan
merendahkan orang lain (terutama perempuan atau anak-anak). Dia tahu dan dia
bisa belajar tapi dia tidak pernah berpikir tentang kebaikan, untuk apa agama
itu diajarkan, untuk apa dia harus menuntut ilmu dan belajar, dia hanya
mengikuti saja dengan dalih begitulah aturan yang diketahuinya. Kemudian Si Gendut itu, dia seorang
yang tamak dan kikir.”
“Dan
perempuan berambut pirang itu adalah perempuan yang pintar tapi dirinya hanya
mengikuti saja apa yang dikehendaki orang lain (suami, majikannya, orang
tuanya, gurunya dll) padahal dia tahu itu salah, artinya dia meyakini suatu hal yang
salah tapi dia tidak mau berpikir karena merasa itulah doktrin (norma) yang harus dijalaninya.”
“Allah
menciptakan lelaki dan perempuan sama dan tidak ada yang boleh merendahkan diri
mereka sendiri atau merendahkan satu sama lain meski berbeda kelamin. Sedangkan nenek tua itu adalah simbol,
seorang perempuan yang hanya pasrah saja sepanjang hidupnya, tidak mau berusaha
dan tidak mau berupaya apapun, hanya menunggu orang lain berbuat sesuatu untuk
dirinya, dia merasa tidak mampu, tidak bisa,
tidak sanggup seperti seorang nenek-nenek yang tua dan renta, meski sebenarnya
orang yang cacat sekalipun bisa berbuat sesuatu untuk dirinya sendiri dan
berusaha.”
Baiklah
sahabatku terkasih, kisah perjalanan gaibku kali ini bahwa Allah tidak akan
merubah nasib seseorang kalau orang itu tidak mau berusaha. Dan kesombongan,
sifat kikir juga tamak justru merupakan jalan mulus untuk menuju Neraka.
Senyampang masih hidup shobat.
Buat apa sih sombong? Hargailah orang lain biar dirimu juga dihargai.
Salam damai
sahabatku, kasihku untukmu semua..
Hanya
Engkaulah Allahku yang Maha Suci lagi Maha Sempurna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar