Selasa, 19 Mei 2015

PERJALANAN GAIBKU DENGAN PARA CALON PENGHUNI NERAKA



M
engasihi sesama dengan segala kelebihan dan kekurangan dengan niat hanya karena Allah semata, maka hidup ini tidak akan pernah merasakan kebencian, kekecewaan, kemarahan, apalagi dendam. Karena rasa kasih itu adalah karunia yang diberikan Tuhan kepada kita dan bila kita diwajibkan untuk mengasihi dengan ketulusan semata tidak bertujuan untuk mendapatkan timbal-balik atau pamrih melainkan hanya untuk mengamalkan karunia yang telah diberikanNYA.
Cinta yang tanpa batas dan dibatasi semata karena Allah, akan membuat hati terasa lebih dekat dengan Allah, karena Allah selalu memberikan kebaikan bagi hambaNYA yang selalu melakukan kebaikan yang diperuntukkan bagiNYA. Bila ada manusia yang suka mencela bentuk kasih sayang yang diberikan orang lain karena tidak berwujud materi, kelak manusia ini hanya akan menuju Neraka tanpa sempat atau diberi kesempatan untuk menyesali perbuatannya. Segala bentuk penghinaan pasti akan mendapat penghinaan pula yang lebih menyakitkan.
Sahabat terkasihku, perjalanan gaibku kali ini, seperti biasa ketika malam hari di saat aku selesai bertemu dengan Tuhan, sahabat gaibku mengajakku untuk meninggalkan tempatku biasa berdoa. Sampai di depan sebuah padang rumput yang hijau, tiba-tiba ada kereta berkuda seperti kereta zaman dulu di Inggris, kereta berwarna hitam dan kudanya juga hitam.
Kereta itu berhenti tak jauh dari tempat aku berdiri dengan sahabatku, tiba-tiba sahabatku mendorong aku masuk ke dalam kereta itu meski aku menolak, kereta itu terus melaju meninggalkan sahabatku yang ternyata tidak ikut masuk ke dalam kereta.
Di dalam kereta terdapat 5 orang yang tidak aku kenali. 3 orang duduk di depanku, seorang berwajah sinis dan kepalanya botak, kemudian yang duduk di tengah seorang pria yang gendut sekali, dan seorang perempuan yang selalu melihat keluar jendela tapi senyumnya seperti mengejek, sementara di sebelahku seorang perempuan tua dengan pakaian jubah yang menutup seluruh tubuh kecilnya yang kurus dan keriput (heran juga kok ada gaib tua, setahuku semua orang yang sudah mati dan menjadi gaib akan berwujud seperti semasa mudanya dulu)..
"Ah mungkin orang ini pengecualian" pikirku.
Aku berusaha membuka pembicaraan, "Perkenalkan, saya Maya", kataku sambil menjulurkan tanganku, tapi mereka yang duduk di depanku sama sekali tidak menyambut tanganku.
Yang berkepala botak berkata, "Cuih, perempuan Katrok, sok keminter, orang kayak kamu kok kenal-kenalan".
"Ups".. aku tercekat dan terdiam sejenak, pikirku, "Kayaknya baru beberapa jam yang lalu aku dikatain Katrok dan keminter eh sekarang dikatain lagi.. wah.. tambah keren aja julukanku.. xixixixi"..
Aku pun menjulurkan tanganku untuk bersalaman dengan perempuan renta yang duduk di sebelahku, "Perkenalkan, aku Maya Nek" kataku.
Perempuan tua itu menyambut dan mencium tanganku berkali-kali.
Aku berpikir, "Waduh, kok sampe' segitunya sich", buru-buru aku menarik tanganku dan mengatakan terima kasih atas sambutannya.
Kereta itu terus melaju melewati hutan yang sangat lebat, sesekali terlihat hujan, aku gak tahu mau kemana kereta itu akan membawaku hingga aku bertanya, "Kita mau kemana sih?"..
"Kita mau ke Neraka", kata pria botak itu dan yang lain mengiyakan.
"Oh gitu", jawabku.
Tiba-tiba sesuatu melintang di bawah kaki kami, seperti akar pohon yang besar dan hitam mengkilat, dia masuk melalui pintu kereta yang kanan  dan menembus pintu kiri. Semua mengangkat kakinya karena kaget.
"Hai perempuan katrok, tusuk dia dengan tongkatmu," kata si Botak.
Aku tersenyum, "Biarin aja, dia mau numpang kali".
"Eh sok keminter kamu, kesinikan tongkatmu", bentak Si botak lagi. 
Terjadi tarik menarik tapi tongkat yang aku bawa akhirnya dia kuasai. Langsung dia menusukkan tongkat itu tepat di atas batang itu, eh ternyata setelah ditusuk, benda yang aku pikir akar itu ternyata Ular besar sekali, dia menggeliat hingga jatuh dari kereta.
Perjalanan semakin aneh, hutan yang semula lebat dan hijau berubah menghitam (seperti hangus). 3 orang di depanku ternganga. Tiba-tiba kereta bersuara seperti patah, kereta itu patah tepat di antara aku dan orang-orang yang duduk di hadapanku. Aku langsung memeluk nenek itu dan meluncur hinggap di bibir jurang yang sangat lebar dan dalam, sementara 3 orang yang lain tidak bisa aku selamatkan. Mereka juga terlempar dan akhirnya jatuh tepat di tempat aku berada bersama nenek tua itu.
Kami sama-sama duduk menahan nafas, tiba-tiba aku teringat nenek itu, "Nek, kamu baik-baik saja?".
" Aku baik-baik saja tapi aku lapar sekali" jawab si Nenek..
Aku beranjak dari dudukku, "Sebentar ya nek, mungkin ada buah di hutan ini yang bisa dimakan".
Aku terus berjalan, ternyata ada empang (sejenis kolam ikan) dan aku melihat banyak ikan di empang itu, kuambil ikan berapa ekor yang sebesar telapak tanganku.
Kemudian aku kembali menuju nenek dan 3 orang yang lainnya, "Aku akan membakar ikan ini dulu nek".
Aku siapkan tungku api dan daun pisang dan ikan itu dibakar dengan ranting-ranting kering hingga matang, daun pisang itu aku jadikan piring dan kuberikan ikan bakar yang harum itu pada si nenek, "Makanlah Nek, dagingnya lembut sekali," kataku.
Kulirik  3 orang yang galak itu dan kutanya, "Kalian gak makan?".
Si Gendut kali ini bicara, "Apakah kamu akan membaginya buatku?".
Aku hanya tersenyum dan menjawab, "Ikannya banyak kok di empang tadi, ambillah sendiri, biar kamu bisa memilih ikan yang kamu sukai".
Ke-3 orang itu bergegas menuju empang, dan kulihat si gendut sudah menggendong seekor ikan yang sangat besar sekali dengan kedua tangannya yang gendut, tapi ikan itu tidak di apa-apakan, ya hanya di gendong saja.
"Kok gak dibakar ikannya, ntar busuk lo?" kataku.
Mereka diam saja.
"Aneh " gumamku.
Tiba-tiba seekor ular Piton besar merayap mendekati mereka, mungkin  ular itu mencium bau amis dari ikan yang dibawa si gendut. Mereka menjerit ketakutan.
Si Botak berteriak padaku, "Hai katrok, sudah tahu ada ular, kamu tidak mengusirnya?".
Kujawab, "Biarin aja, ular itu  pengen main kali, kalau kalian gak mau dimakan sama ular itu, lemparkan saja ikan itu padanya, biar dia pergi".
Si Gendut yang ketakutan melemparkan ikan yang digendongnya ke ular itu dan ular itu langsung melahap utuh ikan besar yang di kasih si gendut dan ularnya langsung pergi. Aku perhatikan kembali nenek yang menghabiskan semua ikan bakar yang aku siapkan untuknya, aku ingat nenek itu pasti ingin minum.
Kucari pohon kelapa untuk minum nenek itu. Dengan sekali ayun, tubuhku sudah berada di atas pohon kelapa dan kuambil beberapa buah kelapa dan kulemparkan ke bawah. Bingung bagaimana melubangi buah kelapa itu, aku pergunakan tongkatku dan kelapa itu berlubang juga, siap untuk diminum.
Kuserahkan buah kelapa itu pada si nenek, "Minumlah nek, pasti kamu juga ingin minum".
Sementara nenek itu minum aku melirik ketiga orang yang galak itu di sebelahku dan mereka juga nampak kehausan, tapi aku diam saja. Lalu aku cari daun kelapa dan kuanyam menjadi semacam tikar, agar tidak kasar di atasnya aku gelar daun pisang yang sudah dibuang batangnya sebagai alas dan setumpuk daun pisang buat bantal, kusuruh nenek tua itu istirahat.
Waktu serasa lama sekali, nenek itu kembali terjaga, dia ingin buang air, aku menuntunnya ke kali kecil yang airnya sangat jernih. Setelah selesai aku kembalikan nenek itu ke tempat semula.
Aku hendak mencari buah-buahan, ketiga orang itu mengikutiku. Tapi mereka tertuju pada sebuah pohon yang buahnya berwarna merah menyala. Sementara aku harus mencari buah yang bisa dimakan nenek tanpa harus menggigit, aku terus masuk ke dalam hutan dan kutemukan buah pisang, manggis dan durian. Kubawa buah itu kepada nenek dan kukupaskan kulitnya, tapi ketiga orang itu tidak kembali.
Penasaran aku kembali masuk ke dalam hutan mencari mereka di tempat terakhir kali kami bertemu. Tepat di bawah pohon dengan buah merah itu, ketiganya tergeletak dengan mulut penuh muntahan.
Rupanya mereka keracunan buah merah itu, kutarik si botak itu agar dia bisa berdiri dan aku bertanya, "Hai Pintar, sudah tahu buah ini beracun, kenapa juga kamu makan?".
Dia membalasku, "Dasar sok keminter, coba kamu lihat tanda petunjuk ini, disini terdapat tanda panah dan tulisannya buah sehat, bervitamin".
Kujawab, "Hai Pintar, itu tanda dari tadi berputar-putar kalau ada angin, tentu saja ketika kamu melihatnya, tanda itu sedang menunjuk ke buah merah beracun yang kamu makan itu, padahal yang dimaksud di sebelah sana lo (sambil kutunjukkan arahnya)".
Akupun meninggalkan mereka yang seketika berlari menuju arah yang aku maksudkan untuk mendapatkan buah-buahan. Kuhampiri lagi nenek itu, kelihatannya dia sudah kekenyangan.
Sebuah teriakan dari si Botak menghardikku, "Hai Katrok, sok keminter, buah apa yang kamu maksudkan hah!!.. kami cuma mendapatkan buah ini" kata si Botak sambil menunjukkan buah Belimbing Wuluh yang biasanya di buat sayur asem. Aku tertawa geli melihat tingkah mereka.
Perempuan yang berambut pirang dan selalu tersenyum mengejek ini rupanya tidak tahan dengan rasa laparnya, dia bertanya, "Boleh aku minta buahmu Maya?".
Kujawab, "Maaf, buah itu sudah aku berikan pada nenek ini, kalau kamu mau minta, mintalah padanya".
Perempuan itupun meminta kepada Si nenek, "Nek, aku boleh minta buahmu?".
"Maaf, aku suka sekali buah ini", jawab si nenek sambil menghabiskan semua buahnya dan hanya tinggal kulit dan bijinya saja.
Aku mulai berpikir, bagaimana aku bisa pulang kembali, "Nek, kayaknya kita harus kembali deh, tunggu disini ya.. aku mau cari jalan".
Nenek itu memegangi tanganku dan bertanya, "Kenapa kamu tidak makan sama sekali? Tapi kamu juga tidak membagikan makanan yang kamu dapat untuk ketiga orang itu?".
Aku tersenyum, "Nenek, dalam hidup kita harus berbuat kebaikan kepada sesama, tapi kalau niat baik kita ternyata malah menjadikan kita dihina, maka kita boleh mengabaikan orang yang menghina kita.
"Kalau aku hanya menolongmu saja, itu karena kamu tidak menghinaku, artinya kamu menerima aku apa adanya, maka aku ikhlas membantumu meski aku tidak makan, karena segala yang aku lakukan untukmu itu hanya karena Allah saja".
"Pastinya hatiku akan lebih ikhlas bila orang yang aku bantu tidak menghina dan merendahkanku".
"Aku tidak suka dipuji tapi setidaknya tidak perlulah mereka menghinaku, toh kita sama-sama hamba Allah yang telah diberikan kelebihan dan kekurangan". 
Selesai menjelaskan aku tinggalkan nenek itu untuk mencari jalan kembali, ternyata kami berada di puncak gunung tertinggi yang puncaknya terpotong datar menyerupai nasi tumpeng yang habis dipotong tumpengnya.
Aku berpikir lagi, "Bagaimana aku bisa kembali, kalau nenek itu katanya mau ke Neraka, aku balik dulu atau nganterin nenek itu dulu ya?".
Aku kembali lagi ke tempat nenek. "Nek, aku gak tahu bagaimana harus mengantarkanmu tapi aku juga ingin pulang, kenapa kamu gak ikut aku saja?".
"Tidak Maya, aku akan menunggu kereta itu datang menjemputku dan kamu pergilah".
Masih dalam kebingungan sebuah kereta berwarna putih lengkap dengan kuda putihnya terbang menuju aku dan nenek berada, Sais kereta itu turun dan mempersilahkan nenek itu untuk naik tapi kereta itu di desain hanya untuk dua orang saja, artinya hanya nenek dan saisnya.
Kereta itupun melesat pergi entah kemana. Aku termangu diam, "Nenek itu telah pergi dan sekarang aku bareng 3 manusia galak-galak nih".
Belum lagi aku hendak pergi pulang, sebuah kereta datang lagi kali ini berwarna hitam dan kudanya juga hitam. Dari kejauhan Sais itu mengayunkan cambuknya dan seperti tali laso ketiga manusia galak itu terjerat lehernya dan serentak ditarik kemudian dimasukkan ke dalam kereta hitam itu.
Kereta itu berlari menjauhiku, kudengar teriakan si Botak padaku, "Hai Katrok, sok keminter, bebaskan aku bodoh!"..
Ealah mas-mas.. sudah dimaki-maki kok sempat-sempatnya minta tolong.. biar deh aku katrok ato dibilang sok keminter.. yang penting aku sehat wal afiat.
Tak berapa lama sahabat gaibku muncul lagi, "Gimana perjalanan gaibmu?" tanyanya.
"Udah ayo balik dulu, rasanya sudah setahun aku berada di tempat ini, eh kita naik apa?. kataku balik bertanya.
"Bagaimana kalau alas dari anyaman daun kelapa ini kita pakai sebagai kendaraan?"
Kujawab, "Iya deh".
Kamipun meluncur untuk kembali pulang, di perjalanan penasaran kutanya sahabatku, "Apa sich artinya perjalanan gaibku tadi?".
Sahabat gaibku menjelaskan, "Mereka itulah calon-calon penghuni Neraka yang akan dihisab pertama kali dan dimasukkan pertama kali".
Seorang yang Botak itu memiliki sifat yang sombong, angkuh, suka menghina dan merendahkan orang lain (terutama perempuan atau anak-anak). Dia tahu dan dia bisa belajar tapi dia tidak pernah berpikir tentang kebaikan, untuk apa agama itu diajarkan, untuk apa dia harus menuntut ilmu dan belajar, dia hanya mengikuti saja dengan dalih begitulah aturan yang diketahuinya. Kemudian Si Gendut itu, dia seorang yang tamak dan kikir.
Dan perempuan berambut pirang itu adalah perempuan yang pintar tapi dirinya hanya mengikuti saja apa yang dikehendaki orang lain (suami, majikannya, orang tuanya, gurunya dll) padahal dia tahu itu salah, artinya dia meyakini suatu hal yang salah tapi dia tidak mau berpikir karena merasa itulah doktrin (norma) yang harus dijalaninya.
Allah menciptakan lelaki dan perempuan sama dan tidak ada yang boleh merendahkan diri mereka sendiri atau merendahkan satu sama lain meski berbeda kelamin. Sedangkan nenek tua itu adalah simbol, seorang perempuan yang hanya pasrah saja sepanjang hidupnya, tidak mau berusaha dan tidak mau berupaya apapun, hanya menunggu orang lain berbuat sesuatu untuk dirinya, dia merasa tidak mampu, tidak bisa, tidak sanggup seperti seorang nenek-nenek yang tua dan renta, meski sebenarnya orang yang cacat sekalipun bisa berbuat sesuatu untuk dirinya sendiri dan berusaha.
Baiklah sahabatku terkasih, kisah perjalanan gaibku kali ini bahwa Allah tidak akan merubah nasib seseorang kalau orang itu tidak mau berusaha. Dan kesombongan, sifat kikir juga tamak justru merupakan jalan mulus untuk menuju Neraka. Senyampang masih hidup shobat. Buat apa sih sombong? Hargailah orang lain biar dirimu juga dihargai.

Salam damai sahabatku, kasihku untukmu semua..
Hanya Engkaulah Allahku yang Maha Suci lagi Maha Sempurna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar